Cara Berpikir dan Panduan Hidup Masyarakat Maiyah Dalam Era Penjajahan Modern Serta Reaksi Masyarakat Maiyah Terhadap Semakin Canggihnya Bentuk Penjajahan
Tahlukah dan Mabdâ Maiyah.
Akan tetapi di dalam diri saya tidak mungkin saya izinkan Masyarakat Maiyah tidak menghitung nasibnya sendiri, mengkalkulasi ketertindasannya oleh arus besar yang menguasai bangsa yang Masyarakat Maiyah mengayominya, dengan berbagai metodologi dan cara pandang, sudut pandang, sisi pandang maupun jarak pandang. Dan kalau pesan ini kemudian tidak melahirkan penyadaran, upaya formulasi dan langkah- langkah aplikasi yang memadai pada perjalanan Masyarakat Maiyah, maka kenyataan itu akan memberi hak kepada saya untuk secara bertahap mengalihkan konsentrasi saya pada perjuangan Maiyah saya secara pribadi.
Setelah seluruh gegap gempita Juli-Oktober 2014, Masyarakat Maiyah sebaiknya merenungi, mencari, kemudian menemukan perubahan-perubahan berbagai kadar dan tingkat yang harus dilaksanakannya dalam skala pribadi, kebersamaan Maiyah maupun kemasyarakatan, kebangsaan dan kemanusiaan. Masyarakat Maiyah berhutang kepada Allah swt dan Rasulullah Muhammad saw untuk lebih bersegera me - reformulasikan dirinya dan menata kembali kematangan dan kedewasaan langkah-langkah perjuangannya. (Ceramah Cak Nun/ Emha Ainun Nadjib).
PANDUAN
ini berlaku universal sekaligus kontekstual melalui terapan pola komprehensi
berpikir Maiyah, tanpa tergantung bagaimana keadaan yang segera akan
berlangsung, juga tidak berubah oleh siapapun yang berkuasa dan tidak berkuasa.
Setelah
berempati, mengamati, mengalami, menyelami dan merenungi tahap- tahap proses
Pileg dan Pilpres NKRI 2014, Masyarakat Maiyah dengan kecerdasan akal, kepekaan
batin dan kewaskitaan membedakan antara yang tersurat dengan yang tersirat —
telah memperoleh pembelajaran sejarah yang sangat besar, sehingga Masyarakat
Maiyah semakin memahami dan mengerti.
Semakin
transparan dan semakin canggihnya bentuk-bentuk penjajahan baru, yang ujung
tombaknya adalah penjajahan informasi, dengan hulu ledak rekayasa penguasaan
atas Negara dan Bangsa, yang mesiunya adalah manipulasi, tipudaya dan
dis-informasi, dan yang sasaran ledaknya adalah pembodohan absolut dan
keterjajahan total.
Semakin
kasat-matanya ancaman-ancaman global dan nasional, yang menjaring masyarakat
untuk disandera oleh sihir kata-kata, gambar, warna dan bunyi, ditelan oleh
egosentrisme dan kesepihakan, dipenjara oleh ketidakmengertian yang akhirnya
dikonsumsi dan diyakini sebagai kebenaran, serta dikungkung oleh fakta aktual
firaunisme di dalam setiap diri, yang mewujud oleh akumulasi kebohongan dan
kepalsuan.
Penindasan Terhadap Rakyat Kecil
|
Fakta-fakta
politik yang menunjukkan betapa kekuatan-kekuatan besar global, yang
mempekerjakan kekuatan-kekuatan nasional, semakin keras berusaha tidak
membiarkan NKRI benar-benar merdeka dalam arti yang sebenarnya, termasuk
kenyataan independen atau tidaknya pelaksanaan pergantian kekuasaan.
Peta
dan Tekstur Kejahatan atas Bangsa
Besertaan
dengan itu, khusus yang berkaitan dengan persoalan kebangsaan, Masyarakat
Maiyah juga mendapatkan bahan-bahan pembelajaran yang melimpah untuk meneruskan
dan mematangkan proses pemikirannya tentang Bangsa dan Negara.
Bagaimana
semestinya Negara dan bagaimana seharusnya Pemerintah. Termasuk kewaspadaan
untuk tidak menyangka Perusahaan sebagai Negara, Penjajahan sebagai Demokrasi,
Eksploitasi sebagai Kemajuan, atau Tipudaya Neo-kolonialisme sebagai Pemilu.
Kekuatan
dan kelemahan Demokrasi, terutama proporsinya: di mana, dalam bidang dan
konteks apa ia baik untuk diterapkan, juga bagaimana menentukan batas
kemerdekaan dan kemerdekaannya.
Manfaat
dan mudlaratnya media informasi, mulia dan jahatnya berita-berita, termasuk
bagaimana seharusnya hubungan timbal balik antara Negara dan Institusi Media,
terutama kewajiban dan haknya.
Betapa
bangsa ini, bahkan kaum intelektualnya, sangat tidak memiliki pertahanan
terhadap arus dusta sejarah yang melindasnya, terhadap praktek-praktek sangat
terang benderang menyebarkan kebohongan dan pemalsuan.
Kenyataan-kenyataan
sangat transparan tentang eksploitasi dan manipulasi atas nilai-nilai, logika,
Agama, bahkan Tuhan, untuk mencapai kepentingan yang sangat rendah derajatnya.
Degradasi
atau kemerosotan yang luar biasa hampir di segala bidang aktivitas manusia,
masyarakat, bangsa dan Negara. Kemerosotan nilai, moral, mental, organisasi
sosial, bahkan mungkin saja sesungguhnya sedang terjadi kemusnahan spiritual.
Semakin
Melimpah dan Panjang Rizki Perjuangan, Semua itu memperjelas bahwa Allah Swt
menganugerahkan kepada Masyarakat Maiyah rizki yang berupa peluang dan medan
perjuangan, yang semakin melimpah tantangannya serta semakin panjang waktunya.
(Kata kata Cak Nun)
Bahwa urgensi untuk merombak prinsip ketatanegaraan,
konstitusi, hukum dan aturan-aturan, dari tingkat dasar filosofi hingga
aplikasi-aplikasi pragmatiknya – semakin jauh dari harapan untuk dirintis
pelaksanaannya.
Bahwa seluruh peristiwa dan dinamika pergantian kekuasaan yang gegap gempita itu para pelakunya, termasuk kadar pengetahuan dan kemampuan para calon penguasanya: jauh dari memenuhi syarat untuk akan mampu mengatasi komplikasi masalah-masalah kenegaraan dan kebangsaan yang Masyarakat Maiyah sudah lama secara bertahap merumuskannya.
Bahwa seluruh peristiwa dan dinamika pergantian kekuasaan yang gegap gempita itu para pelakunya, termasuk kadar pengetahuan dan kemampuan para calon penguasanya: jauh dari memenuhi syarat untuk akan mampu mengatasi komplikasi masalah-masalah kenegaraan dan kebangsaan yang Masyarakat Maiyah sudah lama secara bertahap merumuskannya.
Dengan
demikian apabila Masyarakat Maiyah masih terpenjara dan mandeg pemikirannya di
dalam kurungan kecil yang memenuhi kepalanya dengan pertanyaan “A atau B kah
yang berkuasa”, maka ia bersabar untuk membaca kembali kitab alam nilai Maiyah
dari lembaran pertama.
Masyarakat
Maiyah semakin dikepung oleh kenyataan-kenyataan yang makruh dan yang haram,
yang masyarakat umum dan mayoritas bangsa melihat intervalnya justru antara
wajib dengan haram, dengan sebagian mewajibkan yang haram dan mengharamkan yang
makruh, sementara sebagian lain mewajibkan yang makruh dan mungkin memakruhkan
yang haram.
Sehingga
diperlukan ilmu dan energi untuk bersegera menentukan maqam dan sikapnya:
seberapa besar energi harus disiapkan untuk situasi makruh yang penuh ujian,
atau seberapa besar harus disiagakan untuk kenyataan haram yang penuh
kebingungan, jebakan dan penderitaan batin.
Bahkan
Masyarakat Maiyah perlu menyiagakan diri untuk hadirnya situasi-situasi brubuh
yang dalam ghirrah perjuangan sangat menggairahkan, namun secara batin sangat
memberi cekaman, tikaman dan kesengsaraan, bahkan secara fisikpun tidak ringan
untuk ditanggung.
Tahlukah dan Mabdâ Maiyah.
Masyarakat
Maiyah dianjurkan untuk semaksimal mungkin melakukan beberapa hal mendasar:
Melaksanakan
lebih lanjut Wirid Tahlukah secara bertahap atau sekaligus, secara sendiri atau
bersama, tetapi dilandasi dengan pemaknaan baru, penglihatan dan kesadaran yang
lebih meluas dan mendalam, serta dengan dambaan dan pengharapan yang lebih
tepat dan terukur kepada Allah Swt.
Memenuhi
diri dengan rasa syukur tak terhingga kepada Allah Swt atas anugerah-Nya kepada
seluruh Masyarakat Maiyah berupa kecerdasan yang jernih, kearifan yang dewasa,
kesabaran yang tepat sasaran, serta tenaga batin yang luar biasa besar untuk
tetap bertahan menyayangi dan mengayomi bangsa Indonesia.
Masyarakat
Maiyah, setelah sekian lama belajar kepada Allah dan Rasulullah seharusnya
sudah memiliki kecerdasan sosial untuk menyadari kemurahan Allah dengan
anugerah alam Indonesia, dan karena itu mensyukuri dan mengapresiasi dengan
tidak membiarkannya dieksploitasi dan dieksplorasi oleh pasukan-pasukan Dajjal
MataSatu, pada saat yang sama juga menyadari bahwa membiarkan semua itu terjadi
adalah termasuk menganiaya diri sendiri.
Masyarakat
Maiyah, setelah ditempa oleh berbagai pengalaman dari peristiwa-peristiwa
sejarah, baik oleh Rencana Allah sendiri maupun oleh rekayasa pasukan dajjal
matasatu, seharusnya sudah memiliki kesadaran politik untuk tidak mudah
dibohongi dan dipecundangi oleh anak-anak bangsa sendiri yang, karena hati
mereka telah dibutakan oleh Allah maka perbuatan mereka yang sia-sia dan
merusak dianggapnya baik (al-akhsariina a’maala ~al-kahf).
Masyarakat
Maiyah melalui ‘i’tikaf’ maiyah, do’a-do’a tahlukah, wirid, shalawatan dll
ritual Maiyah kiranya Allah Swt dan Rasulullah Saw menegaskan petunjuk-Nya
kepada seluruh Masyarakat Maiyah agar melakukan antisipasi dan identifikiasi
tanda-tanda zaman dimana Allah mengisyaratkan untuk segera menerima amanah dari
Allah menjaga dan memelihara bumi Allah sokoguru khatulistiwa.
Masyarakat Maiyah meneguhkan kembali Mabdâ
Maiyah, prinsip nilai Maiyah, hulu keberangkatan Maiyah, perspektif peletakan
diri Maiyah, serta posisi dan sikap Maiyah, di tengah beragam konteks, tema
kenyataan dan peta komplikasi masalah bangsa dan masyarakat Indonesia. Yakni :
(Kuda- kuda Cinta Segitiga Allah-Muhammad-Kita) (Iman tanpa reserve hanya
kepada Allah swt) (Keridhaan atas qadla-qadar Allah Swt) (Terus bekerja keras
dan bersyukur) (Ibadah kasih sayang kemanusiaan) (Pengayoman kebangsaan)
(Keteguhan independensi) (Kesetiaan nasionalisme) (Ketepatan meletakkan diri
secara sosial, budaya dan politik) (Hati sumeleh, fikiran suci, jiwa penuh
iradah dan amr Allah swt) (Meningkatkan kewaspadaan informasi dan kehati-hatian
komunikasi)
Masyarakat
Maiyah menyusun dan meningkatkan pertahanan pribadi dan bersama dari
kontaminasi yang bersumber dari arus besar dusta politik, kebohongan informasi,
manipulasi fakta, kejahatan nasional-maksimal yang lahir dari nafsu berkuasa,
kelicikan komunikasi, pemutar-balikan makna, eksploitasi Tuhan, Nabi dan Agama,
yang seluruhnya sudah dan sedang berlangsung secara sangat ekstrem dan total.
Jika kadar kejernihan dan independensi berpikir Masyarakat Maiyah lebih kecil
atau lemah dibanding kadar kontaminasi dan kete-racun-annya, maka Maiyah telah
tergeser ke wilayah mudlarat, dan justru menjadi manfaat kalau dibekukan,
dihentikan, untuk sementara waktu atau selama-lamanya.
Kalau
ternyata anti-toxin Maiyah atas kondisi bangsa yang diayominya malah menjadi
racun bagi Masyarakat Maiyah, maka pembekuan Maiyah menjadi keharusan. Apalagi
jika Masyarakat Maiyah menjadi lupa dan kehilangan kesadaran terhadap posisi
dan ‘nasib’ mereka sendiri sebagai kaum ghuraba di tengah mainstream sejarah
yang kini sedang menyelenggarakan peralihan kekuasaan itu.
Pesan minimal saya adalah Masyarakat Maiyah menyiapkan sebagian besar tenaga batinnya untuk mengalami kekecewaaan demi kekecewaannya atas kondisi apapun sesudah peralihan kekuasaan bangsa yang diayominya itu. Pesan maksimal saya adalah penumbuhan kesadaran bahwa mainstream atau arus utama sejarah bangsa yang disayangi dan diayominya itu sebagian besar meremehkan fakta Masyarakat Maiyah, menganggapnya tidak ada, tidak pernah sungguh-sungguh perduli terhadap apa yang dilakukannya, disepelekan dan direndahkan oleh media-media arus besar itu, sebagian kecil hanya menikmatinya secara konsumtif namun tidak mengimbanginya secara rasional tatkala mereka berpikir kebangsaan dan kepemimpinan.
Karena di tengah totalitas manusia menempuh perjalanan abadi menuju 10 akhirat, Allah menganjurkan agar manusia tidak melupakan “nasibnya di dunia”, maka secara pribadi saya sendiri sedang pelan-pelan menghitung, mengidentifikasi, mengkronologi, menyusun dan merumuskan keteraniayaan dan ketertindasan sejarah saya pribadi di tengah bangsa yang saya cintai dan di dalam kekuasaan arus besar pelaku-pelaku sejarah “Dajjal Mata Satu” yang sangat mengutamakan kecurangan, ketidakadilan, kelicikan, pembunuhan eksistensial dan pemusnahan historis yang sangat tertata rapi formula dan strateginya. Hal itu saya lakukan, sampai saat ini, tanpa menuntut Masyarakat Maiyah untuk berempati atau membela saya dari era demi era penganiayaan atas diri saya. Masih terus akan saya biarkan Masyarakat Maiyah tidak memperdulikan sejarah keteraniayaan saya, sampai nanti akan tiba suatu momentum dengan takaran nilainya, di mana konteks ‘shadaqah’ saya itu berubah menjadi “penganiayaan saya atas diri saya sendiri”.
Setelah seluruh gegap gempita Juli-Oktober 2014, Masyarakat Maiyah sebaiknya merenungi, mencari, kemudian menemukan perubahan-perubahan berbagai kadar dan tingkat yang harus dilaksanakannya dalam skala pribadi, kebersamaan Maiyah maupun kemasyarakatan, kebangsaan dan kemanusiaan. Masyarakat Maiyah berhutang kepada Allah swt dan Rasulullah Muhammad saw untuk lebih bersegera me - reformulasikan dirinya dan menata kembali kematangan dan kedewasaan langkah-langkah perjuangannya. (Ceramah Cak Nun/ Emha Ainun Nadjib).