Merenungkan kisah lama ini, anda akan beroleh banyak hikmah-hikmah yang terpendam dan juga mendapatkan energi dan angin baru dalam membangunkan serta menata kembali kesadaran kita tentang makna sebenarnya dari sebuah ibadah, makna sebenarnya dari sebuah penghambaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan melayani makhlukNya yang lemah.
Renungan dengan seksama, demi inspirasi dan pelajaran hidup yang dapat kita ambil darinya, selamat membaca dan semoga bermanfaat..
Kisah si Haji Mabrur
Abdulloh bin Mubarak adalah seorang ulama’ besar generasi tabi’in, lahir pada 736 Masehi. (Kurang lebih 1 abad dari tahun wafatnya Rosul)
Alkisah, disaat Ibnu Mubarak melaksanakan haji ke mekkah, yang itu adalah ibadah haji kesekian kalinya yang ia lakukan.
Setelah selesai tawaf ifadah dan melempar jumrotul aqobah, ia beristirahat sambil bersandar ke tembok di Hijir Isma’il, mungkin karena lelah kantukpun datang menyerang, dalam keadaan setengah bangun dan tidur tampaklah olehya di balik tembok dua malaikat yang tengah bercakap-cakap dengan serius.
“Berapa orang jama’ah haji tahun ini?” Tanya salah seorang malaikat.
“Ada 600.000 orang” jawab malaikat yang satu lagi.
“Berapa orang yang mabrur?”
“Tak seorangpun. Yang mabrur hajinya justru orang yang tak jadi datang kesini”
“Siapakah dia?”
“Ali Al-muwaffaq, Seorang tukang sepatu di Damaskus”
Mengalami kejadian seperti itu Abdulloh bin Mubarak pun langsung terjaga. Berkali-kali beliau membaca tasbih dan istighfar. Menyesali dirinya dan dari jama’ah haji lainnya yang sia-sia amal ibadahnya. Terdorong oleh rasa penasaran. Usai berhaji, diapun langsung pergi ke Damaskus, Ditelusurinya jalan-jalan sambil terus bertanya “ dimana ali al muaffaq itu?”.
Karena nama profesi dan ketaatan ibadah ali al muaffaq sudah dikenal oleh penduduk disana, abdulloh bin mubarak pun berhasil menemuinya.
Setelah mengucapakan salam dan perkenalan, abdulloh bin Mubarak langsung menceritakan pengalamannya. Mendengar dua malaikat yang bercakap-cakap di hijir isma’il. Tanpa ragu beliau langsung bertanya,
“Wahai apakah gerangan yang menyebabkan anda berpredikat haji mabrur, sedangkan anda sendiri tetap tinggal di damaskus?”
“Entahlah” jawab Ali Al muwaffaq merendah.
Ali kemudian melanjutkan jawabannya,
“Barangkali ada suatu hal yang pernah aku kerjakan yaitu mengorbankan niat untuk menunaikan haji tahun ini.
Ceritanya begini, “Saya sudah bertahun-tahun menabung untuk bekal perjalanan ketanah suci, pada musim haji tahun ini, saya sudah merencanakan naik haji karena bekal yang saya butuhkan sudah lebih dari cukup, suatu hari, istri saya yang menyidam tergiur oleh bau harum daging panggang dari dapur tetangga sebelah.
Dia merengek terus untuk mencicipi daging panggang tersebut, saya pun terpaksa mendatangi rumah yang menjadi sumber gara-gara itu, pemilik rumah itu adalah janda miskin dengan beberapa anak kecil yang menemaninya, saya mengucapkan salam dan langsung mengemukakan hasrat istri saya, namun dia nampak tertegun, kemudian berkata dengan lembut.
“Wahai pembuat sepatu, maaf sekali saya tidak dapat mengabulkan permintaan istri anda karena daging yang saya bakar ini hanya halal bagi saya dan anak-anak saya yang sudah beberapa hari tidak menemukan makanan.
Daging ini berasal dari bangkai keledai yang saya temukan di pinggir jalan. Bagi anda dan istri anda yang masih memiliki kemampuan membeli makanan dan belum darurat jelas daging ini hukumnya haram”
Mendengar hal itu saya balik dengan gugup dan tertegun.
Ali Al Muwafffaq kemudian melanjutkan ceritanya “Saya memang masih memiliki simpanan makanan bahkan tabungan untuk pergi hajI. namun saya Buta dan tuli terhadap nasib tetangga saya yang terpaksa memakan bangkai.
Detik itu juga saya lari kerumah untuk mengambil semua isi tabungan dan menyerahkan pada janda beranak banyak tersebut hingga mereka terbebas dari kelaparan dan keterlantaran. Saya dan istri pun selalu berdo’a agar terbebas dari jilatan api neraka".
Baca Juga :
Renungan dengan seksama, demi inspirasi dan pelajaran hidup yang dapat kita ambil darinya, selamat membaca dan semoga bermanfaat..
Kisah si Haji Mabrur
Abdulloh bin Mubarak adalah seorang ulama’ besar generasi tabi’in, lahir pada 736 Masehi. (Kurang lebih 1 abad dari tahun wafatnya Rosul)
Alkisah, disaat Ibnu Mubarak melaksanakan haji ke mekkah, yang itu adalah ibadah haji kesekian kalinya yang ia lakukan.
Setelah selesai tawaf ifadah dan melempar jumrotul aqobah, ia beristirahat sambil bersandar ke tembok di Hijir Isma’il, mungkin karena lelah kantukpun datang menyerang, dalam keadaan setengah bangun dan tidur tampaklah olehya di balik tembok dua malaikat yang tengah bercakap-cakap dengan serius.
Kisah-Kisah Hikmah Islami |
“Berapa orang jama’ah haji tahun ini?” Tanya salah seorang malaikat.
“Ada 600.000 orang” jawab malaikat yang satu lagi.
“Berapa orang yang mabrur?”
“Tak seorangpun. Yang mabrur hajinya justru orang yang tak jadi datang kesini”
“Siapakah dia?”
“Ali Al-muwaffaq, Seorang tukang sepatu di Damaskus”
Mengalami kejadian seperti itu Abdulloh bin Mubarak pun langsung terjaga. Berkali-kali beliau membaca tasbih dan istighfar. Menyesali dirinya dan dari jama’ah haji lainnya yang sia-sia amal ibadahnya. Terdorong oleh rasa penasaran. Usai berhaji, diapun langsung pergi ke Damaskus, Ditelusurinya jalan-jalan sambil terus bertanya “ dimana ali al muaffaq itu?”.
Karena nama profesi dan ketaatan ibadah ali al muaffaq sudah dikenal oleh penduduk disana, abdulloh bin mubarak pun berhasil menemuinya.
Setelah mengucapakan salam dan perkenalan, abdulloh bin Mubarak langsung menceritakan pengalamannya. Mendengar dua malaikat yang bercakap-cakap di hijir isma’il. Tanpa ragu beliau langsung bertanya,
“Wahai apakah gerangan yang menyebabkan anda berpredikat haji mabrur, sedangkan anda sendiri tetap tinggal di damaskus?”
“Entahlah” jawab Ali Al muwaffaq merendah.
Ali kemudian melanjutkan jawabannya,
“Barangkali ada suatu hal yang pernah aku kerjakan yaitu mengorbankan niat untuk menunaikan haji tahun ini.
Ceritanya begini, “Saya sudah bertahun-tahun menabung untuk bekal perjalanan ketanah suci, pada musim haji tahun ini, saya sudah merencanakan naik haji karena bekal yang saya butuhkan sudah lebih dari cukup, suatu hari, istri saya yang menyidam tergiur oleh bau harum daging panggang dari dapur tetangga sebelah.
Dia merengek terus untuk mencicipi daging panggang tersebut, saya pun terpaksa mendatangi rumah yang menjadi sumber gara-gara itu, pemilik rumah itu adalah janda miskin dengan beberapa anak kecil yang menemaninya, saya mengucapkan salam dan langsung mengemukakan hasrat istri saya, namun dia nampak tertegun, kemudian berkata dengan lembut.
“Wahai pembuat sepatu, maaf sekali saya tidak dapat mengabulkan permintaan istri anda karena daging yang saya bakar ini hanya halal bagi saya dan anak-anak saya yang sudah beberapa hari tidak menemukan makanan.
Daging ini berasal dari bangkai keledai yang saya temukan di pinggir jalan. Bagi anda dan istri anda yang masih memiliki kemampuan membeli makanan dan belum darurat jelas daging ini hukumnya haram”
Mendengar hal itu saya balik dengan gugup dan tertegun.
Ali Al Muwafffaq kemudian melanjutkan ceritanya “Saya memang masih memiliki simpanan makanan bahkan tabungan untuk pergi hajI. namun saya Buta dan tuli terhadap nasib tetangga saya yang terpaksa memakan bangkai.
Detik itu juga saya lari kerumah untuk mengambil semua isi tabungan dan menyerahkan pada janda beranak banyak tersebut hingga mereka terbebas dari kelaparan dan keterlantaran. Saya dan istri pun selalu berdo’a agar terbebas dari jilatan api neraka".
Baca Juga :
1 Komentar:
Click here for KomentarIf you prefer to be sure it stays local, figure out what
they can supply you with to get started for a minimal price
range. As it's possible to see increased sales volume, allocate some of the profits toward other SEO efforts.
Repeat that process until you have everything you need and need securely set
up.